Sabtu, 14 April 2018

Ayo Menjadi Konsumen Cerdas di Era Digital






Salah satu cara menikmati me time-ku adalah window shopping, tidak harus ke mall. Aku malah lebih sering pakai yang jongkok-jongkok. Kalau di Jakarta dulu ada istilah “Sogo Jongkok” , tempat di mana penjual menggelar dagangannya di tepi jalan. Jadi kalau ingin melihat barang dagangan lebih dekat, kita harus jongkok terlebih dulu. Itu cerita jaman dulu, kalau jaman now kita bisa window shopping cukup di rumah saja. Bisa lewat komputer desktop, bisa lewat laptop, bahkan bisa lewat smartphone yang kita miliki sambil baring-baring di kursi malas.


Tapi harus hati-hati dan teliti sebelum memutuskan untuk berbelanja online. Jadilah konsumen cerdas di era digital, karena kita kan tidak ketemu langsung dengan penjualnya. Logikanya karena tidak ketemu langsung dengan penjual kita tidak bisa menilai kredibilitasnya. Selain itu kalau kita mau komplain agak ribet, jauh dan memerlukan waktu. Untuk itu kita sebagai konsumen harus kritis sehingga tidak menemui kendala dengan barang yang kita beli. Bukannya tidak percaya namun kewaspadaan juga diperlukan dalam berbelanja online.

Kalau menurut aku sich kalau kita berbelanja online yang harus kita perhatikan pertama-tama adalah:
1. Harus kita pastikan, apakah kita benar-benar membutuhkan barang tersebut bukan hanya menginginkannya.
Kebutuhan dan keinginan ialah dua hal yang mirip, tapi sebenarnya berbeda. Setiap kali kebutuhan sudah terpenuhi, biasanya kemudian kita memiliki keinginan. Nah masalahnya karena keinginan itu dipengaruhi banyak faktor seperti gaya hidup, pergaulan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri, terkadang kita lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan.
Ada beberapa hal yang bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan:
a.Sifat
Kebutuhan itu bersifat objektif karena semua orang punya kebutuhan dasar yang sama. Sementara itu, keinginan bersifat subjektif karena keinginan setiap orang itu bisa berbeda-beda bergantung pada gaya hidup, pendapatan, dan pola pikirnya. Semakin tinggi gaya hidup, pendapatan, dan pola pikir seseorang, biasanya semakin banyak pula keinginannya. Punya pakaian itu kebutuhan, tapi punya pakaian hasil rancangan desainer ternama itu keinginan.
b. Sumber
Kebutuhan bersumber dari fitrah manusia, yang jika tidak dipenuhi, kehidupan bisa terancam. Sementara itu, keinginan bersumber dari hawa nafsu. Seseorang yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsu atas keinginannya sering kali mengabaikan kebutuhan-kebutuhannya yang paling mendasar. Punya rumah itu kebutuhan, tapi punya apartemen mewah di kawasan elite itu keinginan.
c. Nilainya
Kebutuhan dinilai dari seberapa besar fungsi dan manfaat yang dapat kita peroleh dari pemenuhannya, sedangkan keinginan dinilai dari seberapa besar selera dan preferensi. Misalnya makan, secara kebutuhan, kita sebetulnya hanya membutuhkan makanan yang sehat, bergizi dan mengenyangkan, sementara secara keinginan, kita menginginkan makanan yang enak, mahal, dan sesuai dengan selera kita.
d. Hasil
Kebutuhan yang terpenuhi akan menghasilkan kemanfaatan, sementara keinginan yang terpenuhi akan menghasilkan kepuasan. Kemanfaatan dari pemenuhan kebutuhan umumnya biasanya terbatas, sementara kepuasan dari pemenuhan keinginan itu sebaliknya, tidak memiliki batasan. Setiap ada keinginan yang sudah terpenuhi, biasanya akan muncul keinginan lainnya. Punya jam tangan itu kebutuhan kita untuk menunjukkan waktu, tapi jika beli jam tangan setiap tahun itu keinginan.
Budayakan perilaku tidak konsumtif, artinya bukan barang dan/atau jasa yang menguasai atau mempengaruhi konsumen, tetapi konsumenlah yang menguasai keinginannya untuk membeli barang dan/atau jasa.
2.   Teliti sebelum membeli
Sebelum memutuskan untuk membeli sebaiknya kita melakukan penelitian atas barang yang akan kita beli tersebut dengan menanyakan kepada penjual. Berbeda dengan membeli secara langsung, membeli barang lewat online kita tidak bisa melihat kondisi barang tersebut sehingga kita sebaiknya banyak menanyakan tentang kondisi barang kepada penjual. Selain itu bisa juga dengan melihat review atau ulasan produk dari orang-orang yang sudah membeli produk tersebut.
Konsumen harus lebih cerdas di era digital ini untuk mengetahui kondisi barang dan/atau jasa, khususnya atas barang makanan, minuman, obat dan kosmetik, dalam keadaan terbungkus yang disertai label. Dalam label tersebut harus dicantumkan antara lain komposisi, manfaat, aturan pakai dan masa berlaku. Bila membeli produk telematika dan elektronika, maka harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia.
Konsumen harus mulai akrab dengan produk bertanda SNI. Sudah saatnya konsumen memperhatikan produk yang sudah wajib Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk bertanda SNI lebih memberikan jaminan kepastian atas kesehatan, kemanan dan keselamatan konsumen, bahkan lingkungannya (K3L). Di dalam belanja online biasanya ada keterangan yang menyatakan bahwa produk tersebut sudah SNI bisa kita temukan pada uraian detail produk.


Perhatikan masa kadaluarsa agar berhati-hati terhadap barang yang masuk ke dalam tubuh atau yang digunakan di luar/atas tubuh karena barang tersebut sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan, keamanan dan keselamatan (K3L) konsumen. Kalau produk online yang kita beli sudah kadaluarsa segera saja dikembalikan.


Produk buatan Indonesia saat ini sudah tidak kalah dengan produk impor, bahkan sudah banyak produk Indonesia yang go International. Dengan membeli produk asli Indonesia, ekonomi akan berputar di dalam negeri sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia itu sendiri.
7. Tegakkan Hak dan Kewajiban sebagai Konsumen
 Hak-Hak Konsumen:
a. Mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.  Memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barnag dan/atau jasa.
d. Didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.
f.  Mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
h. Mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
Selalu mempunyai kebiasaan untuk teliti atas barang dan/atau jasa yang ditawarkan/tersedia di pasar, minimal secara kasat mata dapat digunakan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari barang dan/atau jasa tersebut, dan bila kurang jelas/paham, dapat bertanya atau memperoleh informasi atas barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan hal ini, dapat diperoleh gambaran umum atas barang dan/ atau jasa yang ditawarkan di pasar.
Kewajiban Konsumen:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan/atau jasa.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c.  Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa secara patut.

Sebetulnya pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen  yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999 sudah mencoba untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggung jawab.

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas­batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Disisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-­undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha, yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Setiap tahun pemerintah mengadakan peringatan Hari Konsumen Nasional (Harkonas) dengan maksud agar semakin banyak pihak yang termotivasi membangun konsumen yang cerdas dan pelaku usaha yang semakin memiliki etika dalam usahanya. Secara lebih detail, Hari Konsumen Nasional bertujuan:
a.  
 Sebagai upaya penguatan kesadaran secara masif akan arti pentingnya hak dan kewajiban konsumen serta sebagai pendorong meningkatnya daya saing produk yang dihasilkan pelaku usaha dalam negeri.
b.
 Menempatkan konsumen pada subyek penentu kegiatan ekonomi sehingga pelaku usaha terdorong untuk dapat memproduksi dan memperdagangkan barang/jasa yang berkualitas serta berdaya saing di era globalisasi.
c.
 Menempatkan konsumen untuk menjadi agen perubahan dalam posisinya sebagai subyek penentu kegiatan Ekonomi Indonesia.
d.
 Mendorong pemerintah dalam melaksanakan tugas mengembangkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia.
e.
 Mendorong pembentukan-pembentukan jejaring komunitas perlindungan konsumen.
Perlindungan konsumen di Indonesia masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus sengketa konsumen yang sampai sekarang belum juga tuntas, dan belum lagi berbagai permasalahan yang tidak terlaporkan oleh karena konsumen tidak mengetahui hak dan kewajibannya. Negara berperan penting dalam hal pemberdayaan konsumen karena pihak konsumen seringnya menjadi pihak yang lemah sehingga tidak mampu untuk memperjuangkan kepentingannya. Lebih lanjut, pelaku usaha pada dasarnya berpijak pada prinsip mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya seminim mungkin sehingga berpotensi merugikan konsumen, baik langsung maupun tidak langsung.

1. Langsung pada pelaku usaha
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) setempat
3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terdekat
4. Dinas yang menangani perlindungan konsumen di Kabupaten/Kota
5. Pos layanan informasi dan pengaduan konsumen:
   Hotline : (021)3441839
   Whatsapp : 0853 1111 1010
   Google Play Store : Pengaduan Konsumen

#harkonas2018 #konsumencerdas
Sumber : 
www.harkonas.id
http://mediaindonesia.com/read/detail/107688-butuh-dan-ingin

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar