
Aku paling
senang kalau ada waktu luang jalan-jalan cuci mata di mal, melakukan aktivitas window
shopping. Untuk cuci mata tidak harus di mal, aku juga bisa menikmati acara
cuci mata di lapak-lapak pedagang yang menggelar dagangannya di pinggir jalan. Berhenti,
lihat-lihat barang-barang, jalan lagi, berhenti lagi, asyik banget gitu loh.
Aku juga
pernah punya pengalaman jualan yang membuatku deg-degan. Waktu itu sebetulnya yang berjualan istriku. Jualan brownis
kukus. Keinginan untuk menambah penghasilan serta memanfaatkan kebisaan membuat
kue membuat kami berencana menjual kue brownis bikinan istriku. Waktu itu kami anggap
berjualan di acara pentas seni anak-anak SMA yang diadakan di gedung olah raga
akan menjadi ajang berjualan yang sukses. Ajaib, kue brownis bikinan istriku nan
lezat tidak ada yang laku. Yang laku adalah sampel dan kue yang dibagikan
kepada panitia sebagai tanda kami bisa ikut jualan. Seharian istriku jualan
dari pagi sampai siang tidak ada satu pun yang terjual. Bayangkan 20 karton
berukuran 8cm x 20 cm berisi brownis kukus nan lezat tidak laku. Ada yang salah
rupanya. Istriku menyambut kedatanganku di pintu keluar GOR dengan senyum yang
dipaksakan.
“Tidak ada
yang laku,” kata istriku.
Tapi aku
tidak sempat untuk menganalisa lama-lama kenapa tidak laku. Yang ada adalah
memberi semangat kepada istriku dan segera berpikir bagaimana menyelamatkan
dagangan kami. Tidak mungkin kan kami menghabiskan semua kue itu sendiri.
“Ayo,
jangan khawatir,” kataku memberi semangat.
“Coba satu
karton dipotong lagi untuk sampel,” pintaku pada istriku lagi berusaha untuk
tenang sambil terus berpikir kemana aku akan menjual.
Entah apa
yang ada dibenakku waktu itu, kuarahkan kendaraanku ke salon yang ada di dekat
GOR. Istriku masuk membawa sampel dan tak lama keluar mengambil dagangan kami.
Syukurlah pemilik salon membeli dua karton. Kami pun melangkah lagi di jalan
kulihat ada rombongan ibu-ibu yang akan bepergian. Kuarahkan istriku agar mencoba menawarkan ke serombongan ibu-ibu tersebut. Setelah mencicipi, ibu-ibu tersebut
langsung membeli enam karton. Alhamdulillah....
Selanjutnya
aku antar istriku ke tempat-tempat yang sekiranya akan membeli kue brownis
istriku. Tujuh lagi kue brownis terjual. Tidak sampai satu jam, 15 karton
berhasil kami jual. Kulihat istriku tercinta mulai bisa tersenyum. Duh
senangnya hatiku, aku pun ikut lega. Kulihat masih ada empat karton lagi
tersisa, namun aku ajak istriku pulang. Aku ingin membagi karton-karton tersisa
sebagai tanda syukur. Menurutku sudah cukup kami bisa menjual 15 karton pada
hari itu, dan kami bersyukur.
Ada cerita
manis yang membuat istriku antusias berjualan brownis kukusnya. Pemilik salon
yang kami kunjungi setelah keluar dari GOR dulu ketika kami datang lagi dengan
membawa brownis ikut memasarkan ke pelanggan salonnya dengan bersemangat.
“Brownisnya
enak lho, ayo pada beli ya....aku ambil dua lagi.”
Artikel Terkait:
Kuliner
Tidak ada komentar:
Posting Komentar